Jakarta, NU Online
Karakter dan kultur Nahdlatul Ulama dinilai sebagai produk pembekasan dakwah Wali Songo yang arif. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah sikap seperti penghargaan terhadap budaya lokal. Hingga sekarang NU pun berusaha memelihara segenap warisan itu.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Kamis (5/7), menyatakan, Wali Songo merupakan teladan NU dalam cara penyebaran Islam (fiqhud da‘wah) yang ideal. Strategi dakwah berorientasi budaya yang mereka terapkan terbukti sukses luar biasa.
“NU akan terus menghidupkan Wali Songo. Tak boleh ada yang melupakan sejarah. Man laysa lahul ardl laysa lahut tarikh, wa man laysa lahut tarikh laysa lahudz dzakirah (siapa yang tak punya bumi, ia tak punya sejarah; siapa yang tak punya sejarah, ia tak punya karakter),” tuturnya pada Peluncuran Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto di Jakarta.
Wakil Sekretaris Jendral PBNU Abdul Mun’im DZ menambahkan, ada dua alasan mengapa NU begitu posesif terhadap Wali Songo. Pertama, karena ajaran wali songo selaras dengan NU, semisal tawasuth (moderasi), tasammuh (toleransi), tawazun (seimbang), dan i’tidal (tegak).
“Yang kedua, karena ada hubungan biologis antara ulama-ulama NU dengan para wali itu,” ujarnya.
Menurutnya, para pendiri NU, seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, KH Bisri Syansuri, dan berapa pengurus PBNU yang sekarang memiliki garis darah dengan salah satu anggota Wali Songo.
Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) bersama penerbit Iman dan Trans Pustaka baru saja menerbitan Atlas Wali Songo. Usaha ini termotivasi oleh “tenggelamnya” sejarah Wali Songo sebagai penyebar Islam yang diperhitungkan.
Karakter dan kultur Nahdlatul Ulama dinilai sebagai produk pembekasan dakwah Wali Songo yang arif. Hal ini dibuktikan dengan sejumlah sikap seperti penghargaan terhadap budaya lokal. Hingga sekarang NU pun berusaha memelihara segenap warisan itu.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Kamis (5/7), menyatakan, Wali Songo merupakan teladan NU dalam cara penyebaran Islam (fiqhud da‘wah) yang ideal. Strategi dakwah berorientasi budaya yang mereka terapkan terbukti sukses luar biasa.
“NU akan terus menghidupkan Wali Songo. Tak boleh ada yang melupakan sejarah. Man laysa lahul ardl laysa lahut tarikh, wa man laysa lahut tarikh laysa lahudz dzakirah (siapa yang tak punya bumi, ia tak punya sejarah; siapa yang tak punya sejarah, ia tak punya karakter),” tuturnya pada Peluncuran Atlas Wali Songo karya Agus Sunyoto di Jakarta.
Wakil Sekretaris Jendral PBNU Abdul Mun’im DZ menambahkan, ada dua alasan mengapa NU begitu posesif terhadap Wali Songo. Pertama, karena ajaran wali songo selaras dengan NU, semisal tawasuth (moderasi), tasammuh (toleransi), tawazun (seimbang), dan i’tidal (tegak).
“Yang kedua, karena ada hubungan biologis antara ulama-ulama NU dengan para wali itu,” ujarnya.
Menurutnya, para pendiri NU, seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asy’ari, KH Bisri Syansuri, dan berapa pengurus PBNU yang sekarang memiliki garis darah dengan salah satu anggota Wali Songo.
Lajnah Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU) bersama penerbit Iman dan Trans Pustaka baru saja menerbitan Atlas Wali Songo. Usaha ini termotivasi oleh “tenggelamnya” sejarah Wali Songo sebagai penyebar Islam yang diperhitungkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar